Tanda Kemunafikan Ringan

Kalau dirinci, tanda kemunafikan ringan tersebut ada lima:
Tanda Pertama: “Jika berbicara, dusta”.
Di antara hadits yang menunjukkan dicelanya perbuatan dusta adalah hadits ‘Abdullah bin Mas’ud. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)
Asalnya berbohong itu terlarang dikecualikan dalam tiga hal. Ketika itu berbohong jadi rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat yang besar. Ada hadits yang menyebutkan hal ini,
أَنَّ أُمَّهُ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عُقْبَةَ بْنِ أَبِى مُعَيْطٍ وَكَانَتْ مِنَ الْمُهَاجِرَاتِ الأُوَلِ اللاَّتِى بَايَعْنَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ يَقُولُ « لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِى يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِى خَيْرًا ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِى شَىْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ الْحَرْبُ وَالإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا.
Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin ‘Abi Mu’aythin, ia di antara para wanita yang berhijrah pertama kali yang telah membaiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengabarkan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak disebut pembohong jika bertujuan untuk mendamaikan dia antara pihak yang berselisih di mana ia berkata yang baik atau mengatakan yang baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).”
Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).
Tanda Kedua: “Jika berjanji, tidak menepati”.
Ibnu Rajab menyebutkan bahwa mengingkari janji itu ada dua macam :
a- Berjanji dan sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan pengingkaran janji yang paling jahat.
b- Berjanji, pada awalnya berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah jalan berbalik, lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar.
Adapun jika dia berniat untuk memenuhi janji tersebut, tetapi karena alasan tertentu atau ada hal lainnya yang dapat dibenarkan, maka dia tidak termasuk dalam sifat tercela ini.
Ada perkataan dari ‘Ali, namun dalam sanad perkataan ini ada perawi yang majhul,
العِدَةُ دَينٌ ، ويلٌ لمن وعد ثم أخلف
“Janji adalah utang. Celakalah orang yang berjanji namun tidak menepati.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 483)
Contoh sederhananya, kalau janji pada anak kecil (seorang bocah) tetap harus ditepati. Az Zuhri mengatakan dari Abu Hurairah, ia berkata,
من قال لِصبيٍّ : تَعَالَ هاك تمراً ، ثم لا يُعطيه شيئاً فهي كذبة
“Siapa yang mengatakan pada seorang bocah: “Mari sini, ini kurma untukmu”. Kemudian ia tidak memberinya, maka ia telah berdusta.” Namun riwayat ini, sanadnya terputus karena Az Zuhriy tidak mendengar dari Abu Hurairah. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 485)
Tanda Ketiga: “Jika diberi amanat, khianat”.
Allah Ta’ala berfirman,
يَأَيّهَا الّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرّسُولَ وَتَخُونُوَاْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian mengetahui” (QS. Al Anfal : 27).
Jika seseorang dipercaya untuk memegang suatu amanah, maka dia wajib untuk menjaga amanah tersebut sebaik mungkin, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدّواْ الأمَانَاتِ إِلَىَ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisaa’: 58).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanat pada orang yang memberikan amanat padamu dan janganlah mengkhianati orang yang mengkhianatimu” (HR. Abu Daud no. 3535, Tirmidzi no. 1264 dann Ahmad 3: 414. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Hadits ini shahih menurut Syaikh Al Albani lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 423).
Tanda Keempat: “Jika berselisih, dia akan berbuat zalim”.
Yang dimaksud dengan al-fujuur di sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja, sehingga dia menjadikan yang benar menjadi keliru dan yang keliru menjadi benar. Ini yang membawanya kepada dusta.
Dalam hadits disebutkan,
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah penantang yang paling keras”. (HR. Bukhari no. 2457 dan Muslim no. 2668)
Jika seseorang mempunyai kemampuan bersilat lidah pada saat berdebat -baik perselisihan itu berkenaan dengan masalah agama atau masalah dunia- untuk mempertahankan kebatilan, dia menyuarakan kepada orang-orang bahwa kebatilan itu sebagai suatu yang benar, serta menyamarkan yang benar dan menampilkannya sebagai suatu kebathilan, seperti itu merupakan keharaman yang paling buruk serta kemunafikan yang paling busuk.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا
“Sesungguhnya di antara penjelasan (al-bayan) itu adalah sihir (yang membawa daya tarik)”. (HR. Bukhari no. 5767)
Tanda Kelima: “Jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi”.
Allah ta’ala telah memerintahkan supaya menepati janji, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)….” (QS. An Nahl: 91).
Dari Ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ هَذِهِ غَدْرَةُ فُلَانٍ
“Bagi setiap pengkhianat memliki bendera pada hari Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya: “Inilah pengkhianat si Fulan”. (HR. Bukhari no. 3187 dan Muslim no. 1735)

Catatan popular daripada blog ini

Memuliakan Tetamu dan Jiran

Beza Pendapat Bukan Pecah Belah

Ayat Quran Berkaitan Kawan,Persahabatan Dan Persaudaraan